Pagi itu aku berjalan menelusuri taman yang basah kerena gerimis yang baru saja menghilang. Hari itu aku akan bertemu dengan sahabatku sebut saja Maf. Kami selalu menyempatkan bertemu setiap dua minggu sekali untuk sekedar bercerita tenang apa saja yang kami alami selama tidak bertemu. Maf menungguku di bangku taman yang di depannya terdapat kolam ikan dengan air mancur kecil yang menambah keindahan taman. Setelah bersapa singkat kami mulai berjalan sambil memulai cerita kami. Tujuan kami hari itu Maf yang menentukan, jadi aku akan mengikuti kemana langkah kaki Maf menuju.
Perbincangan panjang kami membawa ku kesebuah rumah yang cukup megah dengan perpaduan warna coklat dan peach. Aku bertanya pada Maf, milik siapa rumah ini. Tapi maf hanya tersenyum sambil membuka pintu gerbang, seraya mengajakku masuk. Aku mengikutinya berjalan melewati pintu depan berwana coklat pekat, pandanganku mulai menelusur kedalam rumah itu, Kosong.
Aku tidak mendapatkan benda apapun di rumah itu, hanya sebuah tikar yang tergelar di lantai. Maf terus berjalan, aku berhenti melihat sebuah kamar yang di dalamnya ada seorang anak kecil dan seorang wanita paruh baya. Saat aku membalikkan badan dan mencari sahabatku, Maf sudah tidak ada. Aku memanggilnya beberapa kali, tapi yang aku dapatkan hanya gema suara ku kembali. Aku memutuskan untuk berbicara pada wanita paruh baya tersebut, rumah siapakah ini. Dia menyebutkan satu nama yang tidak aku kenal. Aku kembali bertanya kenapa rumah ini kosong tanpa perabotan, dan wanita itu menjawab bahwa sang empunya akan pindah dan rumah itu akan di jual.
Beberapa detik setelah aku selesai bertanya, Maf menepuk pundakku. Dibelakangnya ada seorang wanita lagi yang tidak aku kenal, dia bilang wanita itu ibu dari Ryo.
Ryo adalah lelaki yang aku sukai beberapa tahun ini, tapi aku sudah hampir tiga tahun tidak bertemu dengannya. Rindu aku dengannya, aku tak dapat kabar darinya bahkan sekedar pesan singkat.
Ibunya memberikan aku sebuah senyuman, senyuman tak biasa. Matanya tak ikut tersenyum dengan bibirnya, matanya seperti ingin menangis. Aku memperkenalkan diri padanya, sejak aku melepasakan tanganku wajahnya tertunduk lalu seseguk. Maf yang ada di sampingnya menenangkannya, aku ikut serta sambil bertanya kenapa dia sesedih itu apa aku salah jika berkunjung ke rumahnya. Dia menggeleng, lalu matanya yg berwrna coklat terang dengan sisa air mata di kedua ujung garis matanya menatapku.
"Ryo sudah tiada"
Apa? Rasanya tubuhku sulit menerima kalimat yang baru saja di keluarkannya. Otot-ototku sudah kehilangan kemampuannya untuk menahan tulang belakangku. Aku jatuh bersamaan dengan tangisan ibunda Ryo yang kedua. Aku masih mengatur nafasku dan mencoba memproses kalimat yang aku putar berulang-ulang di kepalaku "Ryo sudah tiada, Dia pergi, Ryo sudah tiada". Maf membawa ibunda Ryo ke belakang rumah, wanita paruh baya yang bersama anak kecil itu menghampiriku. Tangannya mengelus punggungku, aku seperti kucing kecil yang rapuh terkena sentuhan menenangkan. Air mataku keluar begitu saja tanpa aba aba, perih sekali rasanya dadaku seperti ada yang menekannya dan hendak meledak. Pandanganku mulai kabur tapi bibirku ingin berbicara pada siapapun yang ingin mendengarkan.
"Bahkan hampir selama aku menyukainya, aku selalu berdoa bahwa aku tidak siap jika Ryo bersama dengan wanita lain. Walaupun kami tidak pernah terikat hubungan, aku tau itu doa yang egois..." aku tidak melanjutkan perkataanku dengan lantang.
"aku bahkan tidak tahu bahwa Tuhan mengabulkan doaku dengan cara seperti ini, Ryo tiada, dengan begitu aku tidak perlu melihat dia dengan wanita lain, ataupun dengan ku"
Tidak, aku tidak menyalahkan Tuhan, aku menangis sesakit itu karena aku terlalu merindukannya. Saat itu aku sadar hitungan ku tak bertemu dengannya bukan harian, bulanan atau tahunan, tapi selamanya. Mulai hari itu sampai selamanya aku merindu tak berkesudahan.
![]() |
source: pinterest |
Terhitung satu
Kita melihat tanpa berucap
Kita menyentuh tanpa bertemu
Kita merindu tak berkesudahan
Sampai dimana bait doa ini akan berlabuh?
Sampai kapan kalimat rindu ini menemukan sang tuan?
Gemetar lelah ragaku melihat punggungmu
Terseok sakit hati ini berlari mengejar bayangmu
Apa aku harus berlalu?
Saat nantinya kita akan saling merindu
Raga pun akan bertemu
Lisan juga tak akan keliru
Bahwa nantinya dia ucapkan dua kata menggetarkan kalbu
"Aku Mencintaimu"
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 8)
- May 08, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Hari yang telah aku janjikan telah tiba, sehari sebelum Kay pindah
ke Bandung aku diundang oleh Kay untuk ikut acara perpisahan kecil-kecilan di
divisinya. Disana kami makan pizza bersama, yang lain ada yang memberikan kado
untuk Kay. Ah, bodohnya diriku kenapa aku juga tidak memberinya
kenang-kenangan. Karena terlalu fokus memikirkan misiku untuk Mar, aku sampai
lupa untuk membelikan sesuatu yang membuat Kay teringat padaku. Tapi itu juga
percuma, sama saja aku mengambil langkah curang dari Mar. Jadi aku urungkan
kekecewaanku dan kembali berfokus pada bagimana cara aku mengatakannya pada Kay
tentang Mar.
Saat suasana mendukung untuk berbincang hanya empat mata dengan Kay, aku mengajak Kay duduk di sofa yang berada tepat di lounge divisinya. Aku mulai gagap saat ingin mulai memberitahunya. Sesekali aku menatap matanya yang sering menunduk itu dari pada bertahan lama menatapku berbicara. Dia agak tersentak sebelum meneguk Cola-nya saat aku bilang bahwa Mar menyukainya dan dia ingin tahu apa dia ingin memberikan kesempatan pada Mar untuk mengenalnya lebih jauh.
Tanpa kuduga dia tersenyum simpul, tanpa menatapku. Pandangannya jatuh ke pinggiran gelas berisi Cola yang tidak jadi dia minum. Jarinya bergerak lamban menyentuh gelas, dan aku merasakan perutku semakin berat saat kulihat bibir Kay ingin mengucapkan sesuatu. “Terimakasih sudah menyukaiku begitu lama,” matanya beralih padaku, aku seperti mendengarnya menjawab tentang segala perasaanku padanya. “Aku juga pasti akan merasa jahat jika aku memaksakan diri untuk lebih mengenalnya, padahal didalam hatiku aku menyukai orang lain.” Jantungku hampir jatuh saat Kay melanjutkan kata-kata terakhirnya. Haha, sekali lagi aku mengutuk diriku bodoh tentu saja pria seperti Kay menyukai seorang wanita, ya wanita yang tentunya bukan Mar, apalagi aku. Wanita yang begitu luar biasa yang bisa membuat Kay jatuh hati padanya. Mungkin dia wanita yang pintar, mempesona, dan tentu saja cantik.
Saat suasana mendukung untuk berbincang hanya empat mata dengan Kay, aku mengajak Kay duduk di sofa yang berada tepat di lounge divisinya. Aku mulai gagap saat ingin mulai memberitahunya. Sesekali aku menatap matanya yang sering menunduk itu dari pada bertahan lama menatapku berbicara. Dia agak tersentak sebelum meneguk Cola-nya saat aku bilang bahwa Mar menyukainya dan dia ingin tahu apa dia ingin memberikan kesempatan pada Mar untuk mengenalnya lebih jauh.
Tanpa kuduga dia tersenyum simpul, tanpa menatapku. Pandangannya jatuh ke pinggiran gelas berisi Cola yang tidak jadi dia minum. Jarinya bergerak lamban menyentuh gelas, dan aku merasakan perutku semakin berat saat kulihat bibir Kay ingin mengucapkan sesuatu. “Terimakasih sudah menyukaiku begitu lama,” matanya beralih padaku, aku seperti mendengarnya menjawab tentang segala perasaanku padanya. “Aku juga pasti akan merasa jahat jika aku memaksakan diri untuk lebih mengenalnya, padahal didalam hatiku aku menyukai orang lain.” Jantungku hampir jatuh saat Kay melanjutkan kata-kata terakhirnya. Haha, sekali lagi aku mengutuk diriku bodoh tentu saja pria seperti Kay menyukai seorang wanita, ya wanita yang tentunya bukan Mar, apalagi aku. Wanita yang begitu luar biasa yang bisa membuat Kay jatuh hati padanya. Mungkin dia wanita yang pintar, mempesona, dan tentu saja cantik.
Malamnya aku memberitahukan segalanya kepada Mar via telepon, diujung sana suaranya memberat aku tahu dia sedang menangis. Aku mencoba menguatkannya, aku meyakinkannya bahwa semua ada hikmahnya. Diujung perbincangan kami, Mar meminta maaf karena telah melibatkanku dalam masalah rumitnya. Aku juga berterimakasih pada Mar, karena sekarang aku tahu bahwa Kay telah menyimpan hati pada seorang wanita, bukan Mar, dan bukan aku. Jadilah malam itu kami menangis dan tertawa bersama, dua orang wanita yang sama-sama mencintai pria bernama lengkap Makayro Firdausi.
Esoknya ibu bertanya padaku kenapa mataku seperti habis disengat lebah di pagi harinya. Aku mencurahkan semuanya kepada ibu, dan ibu hanya tersenyum sambil menasehatiku. “Perasaan seseorang itu bagai pasir dalam genggaman tanganmu, terlalu kuat kau memegangnya akan jatuh tak bersisa. Peganglah perasaan itu dengan kedua tanganmu, tengadahkan tanpa perlu menggenggamnya, dan serahkan segalanya kepada Allah. Biar Dia yang menjaganya, menjadikannya sempurna.” Aku tersenyum kepada ibu, dan aku memeluknya untuk merasakan kehangatan dan kekuatan yang ada dalam dirinya. “Terima kasih bu.” Bisikku dalam pelukkannya.
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 7)
- May 07, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Dia memohon padaku dengan banyak sekali permintaan maaf. Dahulu
Mar juga telah memikirkan perasaanku, jadi saat itu sebagai sahabatnya aku juga
akan menyampingkan perasaanku dahulu terhadap Kay walaupun terdengar tidak
mungkin. Sakit? Tentu saja, aku tidak tahu aku harus berharap yang mana.
Berharap untuk kebahagian Mar yang artinya aku terjun bebas untuk membunuh
hatiku sendiri atau berharap Kay menolaknya. Itu sama saja aku berperan sebagai
sahabat yang tak mempunyai hati.
Malam harinya aku benar-benar mengalami dilema yang sangat dahsyat. Bahkan aku tidak sadar sampai meneteskan air mataku saat menyantap makan malam dengan ibuku. Ibu bertanya apa yang salah dengan ku. Aku menceritakan semuanya, segala tentang awal sakit hatiku, Kay, Mar dan pengorbanan yang akan aku lakukan demi sahabatku ini. Beruntungnya aku memiliki ibu yang begitu pengertian dan bijaksana. Ibu menyarankanku untuk mengistiqhorohkan Kay, karena Tuhan itu Maha Membolak-balikkan hati manusia. Tidak sepantasnya kita gundah gulana karena tidak bisa menjadi milik seesorang yang kita cintai, karena hanya Tuhan Yang Maha memiliki cinta yang mengetahui siapa yang paling pantas untuk mengisi hati kita. Jadi mulai malam itu aku mulai mengistiqorohkan perasaanku pada Kay.
Malam harinya aku benar-benar mengalami dilema yang sangat dahsyat. Bahkan aku tidak sadar sampai meneteskan air mataku saat menyantap makan malam dengan ibuku. Ibu bertanya apa yang salah dengan ku. Aku menceritakan semuanya, segala tentang awal sakit hatiku, Kay, Mar dan pengorbanan yang akan aku lakukan demi sahabatku ini. Beruntungnya aku memiliki ibu yang begitu pengertian dan bijaksana. Ibu menyarankanku untuk mengistiqhorohkan Kay, karena Tuhan itu Maha Membolak-balikkan hati manusia. Tidak sepantasnya kita gundah gulana karena tidak bisa menjadi milik seesorang yang kita cintai, karena hanya Tuhan Yang Maha memiliki cinta yang mengetahui siapa yang paling pantas untuk mengisi hati kita. Jadi mulai malam itu aku mulai mengistiqorohkan perasaanku pada Kay.
Ya Allah Ya Tuhan ku kalau memang perasaan ini
berasal dan berakhir hanya pada Mu
Maka tumbuhkanlah perasaan ini dengan semestinya
Siramlah perasaan ini dengan Kasih Sayang Mu
Pukpuklah perasaan ini dengan Cinta Mu
Dan jangan biarkan aku memiliki perasaan seperti ini jika bukan karena Engkau
Aku tidak ingin terjebak dalam perasaan yang salah
Perasaan yang membuatku jatuh terpuruk
Jangan Kau biarkan perasaan ini tumbuh tanpa kasih dan Cinta Mu
Jangan Kau sirami perasaan ini dengan hasrat setan yang menggebu-gebu
Jangan Kau pukpuk perasaan ini dengan nafsu menghasut
Jagalah hatiku, perasaanku yang menyayanginya
Jagalah dalam lindungan Syahadat Mu
Dalam lindungan suci Cinta dan Kasih Mu ya Allah
Jangan kau celupkan hati yang menyayangi ini dalam dosa tak terhapuskan
Cukup Engkau yang mengetahui dalamnya perasaan ini
Cukup Engkau yang mengarahkan cinta ini pada orang yang aku kasihi
Sungguh aku tidak ingin terbuai, terhasut lagi dalam lubang nista
Maafkan aku ya Allah yang Maha memiliki Cinta
Maafkan aku jika aku memiliki perasaan ini
Memiliki perasaan kasih pada makhluk ciptaan Mu
Bukan maksud menduakan Mu, akupun Sangat Mencintai Mu
Engkaulah yang menciptakan aku, menciptakan cinta tumbuh di hati ku
Engkau pula yang menciptakannya, menjadikannya nyata di hadapan ku
Engkaulah yang mengizinkan aku bertemu dengannya dengan cara yang tidak di
sangka-sangka
Maka aku memohon kepada Mu Sang Maha pemilik isi hati
Jika saat ini hanya aku yang memiliki perasaan ini
Maka simpan perasaan ini hanya untuknya
Jagalah perasaan ini sampai Engkau mengizinkan kami bertemu di satu perasaan
yang sama
Pertemukan hati kami, diri kami dalam waktu terindah Mu ya Rabb
Waktu di dunia Mu dan waktu di Surga Mu
(Bersambung)