Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 6)
- May 06, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Jawabanku tentu saja beralasan, karena sampai kapanpun aku
menutupi dan membohongi Mar tantang perasaanku nantinya dia akan tetap tahu
juga. Aku tahu dia bisa saja membenciku dan aku bersiap apapun yang akan Mar
tuduhkan kepadaku. Sesaat kulihat matanya yang selalu berbinar itu membentuk
sebuah bendungan air mata yang sudah siap jatuh. Ah, aku benar-benar
menyakitinya. Tapi ternyata aku salah, Mar malah memelukku sambil terisak dia
berkata, “Maafkan aku,” ujarnya.
Sekarang aku yang tak tahu harus berkata apa, dia tidak marah atau bahkan kecewa.
Ternyata Mar selama ini takut jika dia yang menyakiti hatiku. Itulah alasan Mar dari pertama kami menjadi dekat, dia sering menanyakanku untuk memastikan bahwa dia tidak merebut orang yang aku sukai. Ternyata dugaannya benar, kami sama-sama menyukai Kay. Lelaki yang murah senyum, bermata pekat, yang gemar menggunakan Polo shirt dan tidak menyukai sayuran.
Sekarang aku yang tak tahu harus berkata apa, dia tidak marah atau bahkan kecewa.
Ternyata Mar selama ini takut jika dia yang menyakiti hatiku. Itulah alasan Mar dari pertama kami menjadi dekat, dia sering menanyakanku untuk memastikan bahwa dia tidak merebut orang yang aku sukai. Ternyata dugaannya benar, kami sama-sama menyukai Kay. Lelaki yang murah senyum, bermata pekat, yang gemar menggunakan Polo shirt dan tidak menyukai sayuran.
Setelah hari pengakuan itu aku berpikir, disaat kita menyukai orang yang sama dengan sahabat kita, tidak melulu permusuhan diujung kisahnya, karena kita hidup bukan di dunia sinetron. Lagipula kejujuran juga dibutuhkan dalam sebuah persahabatan, walaupun rasanya sering kali menyakitkan.
Hari-hari berikutnya kadang aku dan Mar saling
bertukar informasi tenang Kay yang belum kami ketahui. Sekarang kami sama-sama
saling mensupport, dan kami belajar untuk saling mengikhlaskan jika kelak salah
satu dari kami menang dalam perlombaan ini, atau mungkin saja bukan salah satu
dari kami. Tidak mudah memang, menyukai dalam diam. Tanpa ada lisan yang
terucap pada Kay bahwa kami menyukainya.
Dipertengahkan bulan tahun ke 3 aku menyukai Kay. Aku mendapat segelinting kabar bahwa Kay akan di pindahkan ke Bandung. Kami sempat tidak percaya, dan Mar memaksaku untuk menanyakan berita itu kepada Kay. Saat kami bertemu di kafetaria, aku langsung menanyakannya dan Kay langsung membenarkan. Bulan depannya Kay akan dipindahkan ke Bandung bersama empat orang dari divisi yang berbeda.
Dipertengahkan bulan tahun ke 3 aku menyukai Kay. Aku mendapat segelinting kabar bahwa Kay akan di pindahkan ke Bandung. Kami sempat tidak percaya, dan Mar memaksaku untuk menanyakan berita itu kepada Kay. Saat kami bertemu di kafetaria, aku langsung menanyakannya dan Kay langsung membenarkan. Bulan depannya Kay akan dipindahkan ke Bandung bersama empat orang dari divisi yang berbeda.
Itu adalah titik dimana aku tidak bisa melakukan apapun untuk
meredakan kegundahan hatiku. Mengetahui Kay akan berada jauh dari tempat dimana
aku bisa setidaknya melihatnya berkeliaran di kantor atau duduk di kafetaria,
menatapnya saat meeting bulanan membuatku berfikir apa perlu aku sudahi saja
rasa ini. Menyerah pun tidak akan ada artinya, toh aku juga belum memulai
apapun dengan Kay. Dahulu aku hanya meyakini diriku bahwa Kay lelaki yang baik
untuk aku sukai, lelaki yang bisa mengalihkan segala kesedihanku, lelaki yang
ku tetapkan untuk aku jadikan pelampiasanku.
Ternyata aku salah aku sudah terlalu menyukainya, tanpa aku sadari semenjak aku semakin dekat dengannya aku mulai mengikuti apa yang dia lakukan. Disetiap pagi aku tidak pernah menyentuh sarapan, tetapi sejak aku tahu kebiasaan Kay aku mulai mencoba meminum susu. Begitu pula saat malam menjelang tapi tugas kantor masih harus aku pertanggungjawabkan, ibuku yang suka menanyakan anaknya ingin dibuat camilan apa, belakangan aku meminta ibu untuk membuatkan saja secangkir kopi. Aku juga beberapa kali membaca buku yang sama dengan apa yang sedang dibaca Kay tanpa sepengetahuannya.
Ternyata aku salah aku sudah terlalu menyukainya, tanpa aku sadari semenjak aku semakin dekat dengannya aku mulai mengikuti apa yang dia lakukan. Disetiap pagi aku tidak pernah menyentuh sarapan, tetapi sejak aku tahu kebiasaan Kay aku mulai mencoba meminum susu. Begitu pula saat malam menjelang tapi tugas kantor masih harus aku pertanggungjawabkan, ibuku yang suka menanyakan anaknya ingin dibuat camilan apa, belakangan aku meminta ibu untuk membuatkan saja secangkir kopi. Aku juga beberapa kali membaca buku yang sama dengan apa yang sedang dibaca Kay tanpa sepengetahuannya.
Aku salah duga saat aku mengatakan bahwa Mar memendam kegundahan yang sama denganku. Ya betul dia gundah, tapi ini lebih membingungkan dari yang aku kira. Mar telah dilamar seseorang beberapa hari sejak dia mengetahui bahwa Kay akan pindah ke Bandung. Tetapi dia belum memberikannya jawaban. Mar menceritakan bahwa dia sudah terlalu menyukai Kay, mimpinya untuk bisa bersama Kay juga sudah aku ketahui. Tetapi setelah seseorang dari masa lalu Mar datang untuk mempersuntingnya Mar semakin bingung untuk menentukan pilihannya. Hatinya saat itu berat kepada Kay.
Diakhir perbincangan kami, aku menjanjikan hal yang aku tahu akan menyakitkan hatiku atau hati Mar. Mar ingin aku mengatakan pada Kay bahwa dia menyukainya sejak pertama kali mereka bertemu, dia ingin tahu apa Kay juga akan mencoba mengenal Mar lebh jauh atau tidak. Mar tahu ini permintaan egoisnya, dan dia tahu jika Kay ingin mencoba untuk mengenal Mar lebih dalam lagi, itu akan menyakiti perasaanku. Tapi jika permintaannya di tolak, itu juga akan menyakiti hatinya sendiri.
(Bersambung)
0 komentar