Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 3)
- May 03, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Dua minggu sudah berlalu, subuh itu
aku sudah mempersiapkan segalanya. Ya, segalanya karena selain tumpukan kertas
laporan, aku juga membawa sebuah payung, jas hujan plastik, dan juga bekal
makan siang berjaga-jaga siapa tau aku tidak kebagian makanan disana, yah
walaupun tak mungkin juga. Begitulah seorang melankolis, hidupnya terlalu
detail, tertata, dan segalanya butuh persiapan.
Di jalan tol menuju Bogor kami
berempat, aku, kay, dan dua orang assistant kay menikmati perjalanan sambil
mendengarkan lagu dari salah satu stasiun radio. Tetapi karena signal di jalan
tol tidak terlalu baik membuat lagu yang sedang diputar bersuara sumbang.
Akhirnya kay memintaku untuk mengganti siaran radio dengan music mp3 dari
handphoneku. Sebelumnya aku sudah menjelaskan pada kay, aku tidak terlalu
update dengan lagu-lagu masa itu, isi playlist ku kebanyakan lagu barat tahun
1980 sampai 2000, dan sedikit lagu gaul masa itu. Aku pikir kay tidak jadi
memutar lagu dari handphoneku, ternyata dia malah antusias dan ingin
mendengarnya. Betapa bodohnya aku saat itu malah merasa senang hanya karena kay
ingin mendengar lagu-lagu di playlistku
Jam saat itu menunjukan pukul 6.16 saat kami tiba di tempat
tujuan. Kami langsung bergegas mengambil peran kami masing-masing setelah
briefing sekitar 10 menit. Rasa-rasanya waktu itu aku baru bekerja lebih kurang
satu jam saat aku mendengar kay menggerutu lapar dibalik panggung. Aku yang
mendengar keluhan kay bersama asistantnya merasa apa aku perlu menawarinya
untuk makan bekalku sebelum dia memesan makanan diluar. Sampai akhirnya aku
memberanikan diri untuk segera menawarkannya, ternyata kay mau dan begitu pula
dengan assistantnya. Akhirnya kami rehat sejenak menuju parkiran mobil, sambil
duduk di taman kecil kami mulai bersantap.
Bekal yang aku bawa ternyata pas untuk empat orang, aku hanya membawa tumis jamur dan jagung, keripik kentang pedas manis, dan ikan tepung saos asam manis. Bukan, tentu saja bukan aku yang memasaknya, itu semua berkat bantuan ibuku yang baik hati yang selalu membawakan bekal lezat setiap hati untuk anaknya. Malu juga aku tidak memiliki keturunan pandai memasak dari ibuku. Jujur saja aku sebagai wanita, lebih mengenal jenis kertas ketimbang perbedaan jahe dan lengkuas, atau aku lebih cepat mengerjakan stock opname mingguan ketimbang membuat sayur sop atau sayur lodeh. Miris sekali rasanya menjadi wanita yang lama terjebak menjadi karyawan.
Saat kami sedang asik bersantap dan berbincang, sesekali aku memperhatikan kay yang sedang berkutik memisahkan jagung dari tumis jamur. Ternyata setelah aku tanya, kay tidak suka beberapa jenis sayuran. Di perbincangan juga aku tahu kay sangat suka makanan yang manis, dia memiliki kebiasaan sampai dewasa ini pagi minum susu dan malam minum kopi. Hari itu aku seperti mendapat serpihan dari sosok kay, walaupun bagi orang lain itu tidak ada apa-apanya tapi bagiku itu sangat membantuku untuk mengenal kay lebih dalam lagi tanpa harus langsung terjun bebas ke pikirannya.
Bekal yang aku bawa ternyata pas untuk empat orang, aku hanya membawa tumis jamur dan jagung, keripik kentang pedas manis, dan ikan tepung saos asam manis. Bukan, tentu saja bukan aku yang memasaknya, itu semua berkat bantuan ibuku yang baik hati yang selalu membawakan bekal lezat setiap hati untuk anaknya. Malu juga aku tidak memiliki keturunan pandai memasak dari ibuku. Jujur saja aku sebagai wanita, lebih mengenal jenis kertas ketimbang perbedaan jahe dan lengkuas, atau aku lebih cepat mengerjakan stock opname mingguan ketimbang membuat sayur sop atau sayur lodeh. Miris sekali rasanya menjadi wanita yang lama terjebak menjadi karyawan.
Saat kami sedang asik bersantap dan berbincang, sesekali aku memperhatikan kay yang sedang berkutik memisahkan jagung dari tumis jamur. Ternyata setelah aku tanya, kay tidak suka beberapa jenis sayuran. Di perbincangan juga aku tahu kay sangat suka makanan yang manis, dia memiliki kebiasaan sampai dewasa ini pagi minum susu dan malam minum kopi. Hari itu aku seperti mendapat serpihan dari sosok kay, walaupun bagi orang lain itu tidak ada apa-apanya tapi bagiku itu sangat membantuku untuk mengenal kay lebih dalam lagi tanpa harus langsung terjun bebas ke pikirannya.
Seorang assistant kay mengajakku untuk naik rollercoaster , tentu saja aku menolaknya. Aku masih sayang dengan jantungku, dan tentu saja aku tidak ingin makan siang ku yang nikmat harus aku buang setelah turun dari permainan itu. Sebetulnya aku seorang penakut, itu saja sudah menjelaskan semuanya. Akhirnya aku berpisah dengan mereka bertiga, menuju tempat yang ingin sekali aku tuju.
Langkah kaki ku terhenti saat kay memanggilku, dia berlari kecil dan berkata ingin menemaniku. Tentu tak perlu aku jelasakan bagaimana perasaanku saat itu, senang? Tentunya. Berdebar? Sudah pasti. Tak dapat berkata normal? Iya, rasanya saat berjalan berdua bersama kay fungsi otakku melambat. Aku tahu ini rasanya terlalu cepat untuk permulaan pelampiasan, tapi itulah yang benar-benar aku rasakan saat bersamanya. Rasanya seperti aku telah menyukainya sejak lama, lama sebelum aku merasakan sakit.
(bersambung)

0 komentar