Wanita itu bernama Kia

  • November 29, 2016
  • By Aminah Nurul Jannah
  • 1 Comments


Namanya kia, wanita berusia sekitar 32 tahun. Aku bertemu dengannya di sebuah stasiun di daerah jakarta. Saat itu aku sedang membiasakan diriku untuk berangkat kerja menggunakan alat transportasi umum. Kia, sudah seminggu aku lihat dia di stasiun yang sama dengan ku, dia duduk di bangku yang sama setiap harinya, di sebelah tiang penyangga stasiun jalur 2. Bukan aku ingin memperhatikannya, tapi kita pasti jadi mengenal orang yang setiap harinya berangkat dan menunggu di tempat yang sama, muka muka disini begitu familiar hanya saja aku tidak tahu siapa mereka.

Aku mengenal kia saat memasuki minggu ke dua di stasiun itu. Biasanya aku tidak pernah dapat bangku untuk duduk menunggu, tapi hari itu aku beruntung. Karena bangku di sebelah kia kosong dan aku langsung menempatinya. Dari situlah aku mengenal namanya, pekerjaannya, dan juga sedikit kisah hidupnya. Kia memiliki perawakan wanita normal pada umumnya, tingginya sekitar 158 cm, tubuhnya berisi, dia selalu menggunakan gamis panjang, setiap harinya dia membawa tas bekal untuk makan siangnya. Wajahnya ayu, tidak menor dengan alat makeup kebanyakan wanita pada umumnya.

Hari pertama kami saling berbasa-basi untuk menanyakan pekerjaan, dan sedikit latar belakang keluarga masing-masing. Hari demi hari rasanya kami semakin akrab, kadang kami saling tukar camilan sambil menunggu kereta datang. Menceritakan lincah dan lucu anaknya yang masih berusia 4 tahun. Kami juga saling tukar informasi tentang lowongan pekerjaan yang baru. Kia yang baik hati sering kali memberiku saran ketika aku tengah dilanda masalah tentang pekerjaan.

Di bulan ke tiga aku mengenalnya, aku melihat wajahnya semakin redup seperti tengah di rundung masalah. Aku sempat menanyakannya, tapi dia selalu jawab tidak ada yang perlu di risaukan. Sampai minggu kedua bulan itu, aku sempat tidak bertemu dengan Kia selama 3 hari. Esoknya saat bertemu, aku melihat dirinya semakin layu. Tapi senyum terbaiknya masih tersimpul seakan bisa menutupi kesedihannya.

Di minggu terakhir bulan ketiga, Kia mulai menceritakan masalah kehidupannya. Dia akan segera bercerai dengan sang suaminya. Kia menceritakan kepadaku bahwa alasan dia bercerai karena paham mereka sudah tidak sejalan. Dia sudah tidak bisa mengerti apa mau suaminya, yang semakin hari bermain dengan kekerasan, dan tidak pernah mau di ajak untuk berdiskusi. Bahkan ajakan istrinya untuk melaksanankan sholat  sering kali tidak mau dia di dengar. Sejujurnya aku terkejut, dia mau menceritakan masalah peliknya kepadaku. Mungkin dia sudah tidak tahan jika harus memendamnya, bisa juga dia butuh seseorang untuk menumpahkan kegundahannya. Karena pengalamanku yang tidak banyak dalam hal semacam ini, maka saat itu aku memutuskan untuk menjadi pendengar yang baik baginya. Sambil itu meraksan kesedihannya, dan memberinya kekuatan untuk bersabar.

Aku pernah membaca hadist dari Abu Hurairah RA, Rasulullah  berkata “ Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena agamanya, nasabnya, hartanya dan kecantikannya, maka perhatikanlah agamanya, kamu akan selamat” (HR Bukhari, Muslim). Bagiku hadist ini berlaku pula untuk memilih seorang imam bagi kehidupan rumah tangga dan sempat juga aku menanyakan hal itu pada kia. Pada awal sebelum menikah sang suami berkunjung kerumahnya. Perawakannya seperti orang yang baik agamanya hal itu kia lihat saat berkunjung,dia selalu memakai peci. Juga setiap kali saat silaturahmi dia juga melaksanakan sholat isya dirumahnya, tapi sayangnya kia tidak memperhatikan bagimana cara calon suaminya itu sholat. Kia percaya bahwa lelaki yang akan mempersuntingnya saat itu adalah yang baik agamanya.

Tak disangka setelah resmi menikah, di malam pertama saat mereka melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Kia terkejut saat sang suami masih melafazkan ayat suci di rakaat ketiga,yang seharusnya tidak dilafazkan. Setelah selesai sholat kia bertanya, apakah sang suami tidak pernah menjadi imam sholat atau sholat berjamaah di masjid. Semakin tersentaklah kia ketika saat itu sang suami berkata tidak pernah menjadi imam sholat, yang artinya dia tidak tahu bagaimana hukum sholat yang notabene adalah tiang penyangga agama. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Kia bertekad untuk mencoba mengajari suaminya dengan membeli buku-buku agama dan panduan sholat. Kia yakin suaminya akan belajar dan berusaha untuk memperbaiki masalah agamanya.

Hari demi hari sampai tahun berganti, kia tidak menemukan sikap perubahan pada sang suami. Malah semakin lama dia semakin tersiksa dengan perkataannya yang kasar dan keras jika mereka tengah bertengkar dirumah karena hal-hal sepele. Kekerasan yang dilakukan suaminya juga membuat badannya terasa sakit terlebih hatinya. Selama ini kia bertahan hanya untuk anaknya yang masih kecil. Tapi kesabaran kia mungkin sudah habis, dan mahligai yang dia bangun dan tengah diusahakannya untuk kokoh berdiri harus kandas.

Saat menceritakan itu semua wajahnya berlinang air mata, hatiku juga rasanya teriris mendengar kisah rumah tangganya yang harus hancur. Perceraiannya masih diproses di kantor pengadilan agama. Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untuknya, dan kehidupan masa depannya.

Berawal dari sebuah kurangnya ilmu agama dalam diri manusia, maka bisa retak semua pondasi keyakinan yang dibangun. Maka kisah kia bisa aku jadikan pelajaran bagi diriku kelak dimasa depan ketika ingin memilih seorang Imam. Imam yang bukan hanya membimbingku di dunia, tapi bagimana nanti kami saling memuliakan satu sama lain dalam bahtera rumah tangga kami, juga membantuku dan keluargaku untuk memasuki syurganya Allah.

Salam,

Ami

You Might Also Like

1 komentar

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete