Namanya kia, wanita berusia sekitar 32 tahun.
Aku bertemu dengannya di sebuah stasiun di daerah jakarta. Saat itu aku sedang
membiasakan diriku untuk berangkat kerja menggunakan alat transportasi umum.
Kia, sudah seminggu aku lihat dia di stasiun yang sama dengan ku, dia duduk di
bangku yang sama setiap harinya, di sebelah tiang penyangga stasiun jalur 2.
Bukan aku ingin memperhatikannya, tapi kita pasti jadi mengenal orang yang setiap
harinya berangkat dan menunggu di tempat yang sama, muka muka disini begitu
familiar hanya saja aku tidak tahu siapa mereka.
Aku mengenal kia saat memasuki minggu ke dua
di stasiun itu. Biasanya aku tidak pernah dapat bangku untuk duduk menunggu, tapi
hari itu aku beruntung. Karena bangku di sebelah kia kosong dan aku langsung
menempatinya. Dari situlah aku mengenal namanya, pekerjaannya, dan juga sedikit
kisah hidupnya. Kia memiliki perawakan wanita normal pada umumnya, tingginya
sekitar 158 cm, tubuhnya berisi, dia selalu menggunakan gamis panjang, setiap
harinya dia membawa tas bekal untuk makan siangnya. Wajahnya ayu, tidak menor dengan alat makeup kebanyakan
wanita pada umumnya.
Hari pertama kami saling berbasa-basi untuk
menanyakan pekerjaan, dan sedikit latar belakang keluarga masing-masing. Hari
demi hari rasanya kami semakin akrab, kadang kami saling tukar camilan sambil
menunggu kereta datang. Menceritakan lincah dan lucu anaknya yang masih berusia
4 tahun. Kami juga saling tukar informasi tentang lowongan pekerjaan yang baru.
Kia yang baik hati sering kali memberiku saran ketika aku tengah dilanda
masalah tentang pekerjaan.
Di bulan ke tiga aku mengenalnya, aku melihat
wajahnya semakin redup seperti tengah di rundung masalah. Aku sempat menanyakannya,
tapi dia selalu jawab tidak ada yang perlu di risaukan. Sampai minggu kedua
bulan itu, aku sempat tidak bertemu dengan Kia selama 3 hari. Esoknya saat
bertemu, aku melihat dirinya semakin layu. Tapi senyum terbaiknya masih
tersimpul seakan bisa menutupi kesedihannya.
Di minggu terakhir bulan ketiga, Kia mulai
menceritakan masalah kehidupannya. Dia akan segera bercerai dengan sang suaminya.
Kia menceritakan kepadaku bahwa alasan dia bercerai karena paham mereka sudah
tidak sejalan. Dia sudah tidak bisa mengerti apa mau suaminya, yang semakin
hari bermain dengan kekerasan, dan tidak pernah mau di ajak untuk berdiskusi. Bahkan
ajakan istrinya untuk melaksanankan sholat
sering kali tidak mau dia di dengar. Sejujurnya aku terkejut, dia mau
menceritakan masalah peliknya kepadaku. Mungkin dia sudah tidak tahan jika
harus memendamnya, bisa juga dia butuh seseorang untuk menumpahkan
kegundahannya. Karena pengalamanku yang tidak banyak dalam hal semacam ini,
maka saat itu aku memutuskan untuk menjadi pendengar yang baik baginya. Sambil
itu meraksan kesedihannya, dan memberinya kekuatan untuk bersabar.
Aku
pernah membaca hadist dari Abu Hurairah RA, Rasulullah berkata “ Wanita itu dinikahi karena empat
hal: karena agamanya, nasabnya, hartanya dan kecantikannya, maka perhatikanlah
agamanya, kamu akan selamat” (HR Bukhari, Muslim). Bagiku hadist ini berlaku
pula untuk memilih seorang imam bagi kehidupan rumah tangga dan sempat juga aku
menanyakan hal itu pada kia. Pada awal sebelum menikah sang suami berkunjung
kerumahnya. Perawakannya seperti orang yang baik agamanya hal itu kia lihat saat berkunjung,dia selalu memakai peci. Juga setiap kali saat silaturahmi dia juga melaksanakan sholat isya dirumahnya, tapi
sayangnya kia tidak memperhatikan bagimana cara calon suaminya itu sholat. Kia
percaya bahwa lelaki yang akan mempersuntingnya saat itu adalah yang baik
agamanya.
Tak disangka setelah resmi menikah, di malam
pertama saat mereka melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Kia terkejut saat
sang suami masih melafazkan ayat suci di rakaat ketiga,yang seharusnya tidak dilafazkan. Setelah selesai sholat kia bertanya, apakah sang suami tidak pernah
menjadi imam sholat atau sholat berjamaah di masjid. Semakin tersentaklah kia
ketika saat itu sang suami berkata tidak pernah menjadi imam sholat, yang
artinya dia tidak tahu bagaimana hukum sholat yang notabene adalah tiang
penyangga agama. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Kia bertekad untuk mencoba
mengajari suaminya dengan membeli buku-buku agama dan panduan sholat. Kia yakin
suaminya akan belajar dan berusaha untuk memperbaiki masalah agamanya.
Hari demi hari sampai tahun berganti, kia
tidak menemukan sikap perubahan pada sang suami. Malah semakin lama dia semakin
tersiksa dengan perkataannya yang kasar dan keras jika mereka tengah bertengkar
dirumah karena hal-hal sepele. Kekerasan yang dilakukan suaminya juga membuat
badannya terasa sakit terlebih hatinya. Selama ini kia bertahan hanya untuk
anaknya yang masih kecil. Tapi kesabaran kia mungkin sudah habis, dan mahligai
yang dia bangun dan tengah diusahakannya untuk kokoh berdiri harus kandas.
Saat menceritakan itu semua wajahnya berlinang
air mata, hatiku juga rasanya teriris mendengar kisah rumah tangganya yang
harus hancur. Perceraiannya masih diproses di kantor pengadilan agama. Aku
hanya bisa berdoa yang terbaik untuknya, dan kehidupan masa depannya.
Berawal dari sebuah kurangnya ilmu agama dalam
diri manusia, maka bisa retak semua pondasi keyakinan yang dibangun. Maka kisah kia bisa aku jadikan pelajaran bagi diriku kelak dimasa depan ketika ingin
memilih seorang Imam. Imam yang bukan hanya membimbingku di dunia, tapi
bagimana nanti kami saling memuliakan satu sama lain dalam bahtera rumah tangga
kami, juga membantuku dan keluargaku untuk memasuki syurganya Allah.
Salam,
Ami
1 komentar
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)