Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum

  • March 18, 2017
  • By Aminah Nurul Jannah
  • 0 Comments

pic source: tumblr

Aku percaya setiap orang di dunia ini pernah merasakan cinta. Cinta adalah kata sering kita dengar baik itu dari lisan seseorang atau bahkan dari suara hati kita. Ada pepatah yang mengatakan love is just a word until someone special gives it a meaning, cinta hanyalah kata, sampai seseorang yang spesial memberikannya sebuah makna. Bagiku cinta adalah kata tabu yang seharusnya tak sembarang orang bisa berucap. Karena didalam kata cinta, ada kejujuran yang tulus, pemberian tanpa pamrih dan tanggung jawab yang membutuhkan pembuktian.

Ketika hatiku menyimpan rasa ketertarikan dengan seseorang, aku lebih senang menyebutnya suka daripada cinta. Tapi, untuk delapan tahun belakangan ini aku sedang membuktikan apa rasa suka yang menahun bisa berubah menjadi cinta jika perasaan itu tak pernah pergi dari hati. Ya, ini adalah sebuah pencarian tentang rasa yang salah di pupuk terlalu dalam.

Aku pernah melihat sebuah gambar yang judulnya sengaja dibuat “Siklus perasaan”. Seseorang menjelaskan gambar tersebut, siklus perasaan dimulai dari rasa suka, jatuh cinta, sakit hati dan berulang lagi dari urutan pertama. Begitu saja seterusnya. Aku rasa banyak juga orang yang mengalami siklus ini.

Sembilan tahun yang lalu aku mengalaminya, tapi ada sesuatu yang kurang dimana aku tidak melewati tahapan ke dua. Jadi kisah 9 tahun yang lalu aku mulai dari sebuah rasa sakit. Rasa sakit itu membawaku pada sebuah kesalahan, yaitu mencari pelampiasan. Bukan pelampian target lempar barang, tapi lebih ke mencari sosok yang sepertinya bisa membantu mengalihkan rasa sakitku.

Mencari sosok itu tidak begitu sulit karena saat itu aku sudah cukup mengenalnya. Dia kay teman satu kantorku. Kay bukan lelaki pertama yang aku sukai, bukan pula hanya aku yang menyukainya. Dengan kedewasaannya, kematangan dalam berfikir, kebaikkan yang selalu dia tebarkan, atau beberapa senyuman yang tersimpul manis dari wajahnya tentu akan sangat mudah baginya menjadi lelaki idaman di lingkungan kantorku. Aku juga tidak habis pikir bagaimana bisa aku menyukai lelaki yang nilai dirinya bahkan jauh di atas rata-rata.

Kalau boleh aku menilai dari fisiknya, dia tidak juga bisa dibilang overdosis ketampanan. Wajahnya kuberi nilai 3 dari 5 level. Tingginya semampai, rambutnya sedikit bergelombang, hidungnya standar, dan berat badannya juga sedang-sedang saja. Lalu apa yang membuat aku tertarik dari dirinya? Ialah mata gelap coklatnya, mata yang kadang malu untuk bertatap. Matanya yang teduh tapi teguh, mata yang penuh tanda tanya tapi bisa juga memberi jawaban.

Kay yang lulusan salah satu universitas ternama di daerah Semarang bekerja sebagai penanggung jawab operational lapangan wilayah Jabodetabek. Kantor kami adalah salah satu penyelenggara seminar-seminar edukasi di Indonesia. Tugas kay kebanyakan adalah mensurvey tempat dan memonitor lancarnya acara seminar di tempat dimana kami selenggarakan. Sedangkan aku hanyalah seorang admin assistant yang membantu kelengkapan yang dibutuhkan di setiap acara tersebut.

Dari jabatan saja sudah jelas timpang, seharusnya sebelum aku memutuskan menjadikan kay sebagai pelampiasanku, aku harus membuka mataku dulu baik-baik. Atau saat itu seharusnya aku memilih ben lelaki yang dulu diam-diam menyukaiku. Tapi sudah terlambat, aku seperti sudah mengukuhkan tekad bahwa kay bisa menjadi pelampiasanku. Walaupun aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan semenjak niatku sudah bulat.


(Bersambung)

You Might Also Like

0 komentar