Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 2)
- April 01, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Pagi itu seperti biasa aku berkutik dengan laporan pengajuan acara yang dua minggu lagi segera dilaksanakan di Bogor. Akhir-akhir itu aku disibukkan dengan dua pekerjaan, temanku yang harusnya membantuku mengundurkan diri dan mau tak mau aku jadi korban mengerjakan pekerjaannya sampai ada orang pengganti. Semestinya saat itu aku bisa melupakan orang yang telah menyakitiku karena kesibukan dari rutinitasku. Tapi justru hari itu sebuah awal pelampiasan bermula.
Pertama kali kita bertemu aku tak mengenal sedikit pun tentangmu
Saat itu hanya aku lewati hari tanpa ada rasa beban di hadapamu
Sampai ketika aku tau kau berpengaruh untuk ku
Sungguh aku hanya melihatmu jauh
Kedua kita bertemu aku hanya berharap kau pelampiasanku
Tapi lagi-lagi aku salah, kau terlalu istimewa
Lalu ku jalani kehidupanku dengan mengikuti caramu
Kau pelipur lara saat duka melanda jiwa
Mungkinkah aku jatuh cinta?
Sungguh, terlampau jauh diri kita saat ini
Diawali kata tabu, sampai kalimat ingin memilikimu
Jadi, yakinkan aku bahwa kau datang untuk kehidupan masa depanku
Aku mendapati teleponku berdering saat aku ingin memfotocopy laporanku. Biasanya nomor extension intercom akan terpampang di layar telepon tetapi kali ini tidak ada nomer itu, yang artinya telepon kala itu berasal dari luar kantor. Benar saja aku mendapati suara milik kay dari telepon itu. Dalam percakapan yang lumayan ringkas itu aku diminta untuk ikut ke Bogor untuk menggantikan san, asisten kay yang sedang cuti melahirkan. Awalnya aku sempat tidak percaya, aku tidak pernah ditempatkan di lapangan. Kay bilang bahwa ini urgent, dikarenakan acara di Bogor salah satu acara besar sedangkan team kay kekurangan orang. Ternyata dari atasanku juga sudah mengijinkan, karena aku salah satu orang yang tahu kelengkapan apa saja yang dibutuhkan disana. Sebagai gantinya pekerjaanku dihandle oleh satu-satunya temanku yang tersisa dibagian admin. Sebetulnya aku merasa kasihan dengannya karena harus membackup 3 pekerjaan sekaligus, tapi dia sudah biasa bekerja di bawah tekanan oh maaf kami semua sudah terbiasa bekerja dalam tekanan.
Tepat setelah aku menutup telepon dari kay, bayangannya tiba-tiba muncul. Lalu entah apa yang dilakukan otakku saat itu, aku jadi menganalisa segala tentang kay yang aku ketahui. Di awali dari wajahnya, senyumnya, suaranya, sikapnya, dan tentu saja matanya. Aku tidak akan pernah lupa saat pertama kali kami bertemu, aku diperkenalkan di kantor oleh staf HRD. Saat aku ingin bersalaman dengannya tangannya terkatup rapat sedikit saja ujung jemari kami bersentuhan, saat ku tatap matanya sepersekian detik dia melihatku lekat, tersenyum simpul dan menundukan mata secepat dia menyudahi sentuhan jemari kami. Lamunanku buyar dan saat aku kembali sadar, otakku sudah memutuskan bahwa aku perlu bersiap-siap untuk menjadikan kay pelampiasanku.
(Bersambung)
0 komentar