Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 8)
- May 08, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Hari yang telah aku janjikan telah tiba, sehari sebelum Kay pindah
ke Bandung aku diundang oleh Kay untuk ikut acara perpisahan kecil-kecilan di
divisinya. Disana kami makan pizza bersama, yang lain ada yang memberikan kado
untuk Kay. Ah, bodohnya diriku kenapa aku juga tidak memberinya
kenang-kenangan. Karena terlalu fokus memikirkan misiku untuk Mar, aku sampai
lupa untuk membelikan sesuatu yang membuat Kay teringat padaku. Tapi itu juga
percuma, sama saja aku mengambil langkah curang dari Mar. Jadi aku urungkan
kekecewaanku dan kembali berfokus pada bagimana cara aku mengatakannya pada Kay
tentang Mar.
Saat suasana mendukung untuk berbincang hanya empat mata dengan Kay, aku mengajak Kay duduk di sofa yang berada tepat di lounge divisinya. Aku mulai gagap saat ingin mulai memberitahunya. Sesekali aku menatap matanya yang sering menunduk itu dari pada bertahan lama menatapku berbicara. Dia agak tersentak sebelum meneguk Cola-nya saat aku bilang bahwa Mar menyukainya dan dia ingin tahu apa dia ingin memberikan kesempatan pada Mar untuk mengenalnya lebih jauh.
Tanpa kuduga dia tersenyum simpul, tanpa menatapku. Pandangannya jatuh ke pinggiran gelas berisi Cola yang tidak jadi dia minum. Jarinya bergerak lamban menyentuh gelas, dan aku merasakan perutku semakin berat saat kulihat bibir Kay ingin mengucapkan sesuatu. “Terimakasih sudah menyukaiku begitu lama,” matanya beralih padaku, aku seperti mendengarnya menjawab tentang segala perasaanku padanya. “Aku juga pasti akan merasa jahat jika aku memaksakan diri untuk lebih mengenalnya, padahal didalam hatiku aku menyukai orang lain.” Jantungku hampir jatuh saat Kay melanjutkan kata-kata terakhirnya. Haha, sekali lagi aku mengutuk diriku bodoh tentu saja pria seperti Kay menyukai seorang wanita, ya wanita yang tentunya bukan Mar, apalagi aku. Wanita yang begitu luar biasa yang bisa membuat Kay jatuh hati padanya. Mungkin dia wanita yang pintar, mempesona, dan tentu saja cantik.
Saat suasana mendukung untuk berbincang hanya empat mata dengan Kay, aku mengajak Kay duduk di sofa yang berada tepat di lounge divisinya. Aku mulai gagap saat ingin mulai memberitahunya. Sesekali aku menatap matanya yang sering menunduk itu dari pada bertahan lama menatapku berbicara. Dia agak tersentak sebelum meneguk Cola-nya saat aku bilang bahwa Mar menyukainya dan dia ingin tahu apa dia ingin memberikan kesempatan pada Mar untuk mengenalnya lebih jauh.
Tanpa kuduga dia tersenyum simpul, tanpa menatapku. Pandangannya jatuh ke pinggiran gelas berisi Cola yang tidak jadi dia minum. Jarinya bergerak lamban menyentuh gelas, dan aku merasakan perutku semakin berat saat kulihat bibir Kay ingin mengucapkan sesuatu. “Terimakasih sudah menyukaiku begitu lama,” matanya beralih padaku, aku seperti mendengarnya menjawab tentang segala perasaanku padanya. “Aku juga pasti akan merasa jahat jika aku memaksakan diri untuk lebih mengenalnya, padahal didalam hatiku aku menyukai orang lain.” Jantungku hampir jatuh saat Kay melanjutkan kata-kata terakhirnya. Haha, sekali lagi aku mengutuk diriku bodoh tentu saja pria seperti Kay menyukai seorang wanita, ya wanita yang tentunya bukan Mar, apalagi aku. Wanita yang begitu luar biasa yang bisa membuat Kay jatuh hati padanya. Mungkin dia wanita yang pintar, mempesona, dan tentu saja cantik.
Malamnya aku memberitahukan segalanya kepada Mar via telepon, diujung sana suaranya memberat aku tahu dia sedang menangis. Aku mencoba menguatkannya, aku meyakinkannya bahwa semua ada hikmahnya. Diujung perbincangan kami, Mar meminta maaf karena telah melibatkanku dalam masalah rumitnya. Aku juga berterimakasih pada Mar, karena sekarang aku tahu bahwa Kay telah menyimpan hati pada seorang wanita, bukan Mar, dan bukan aku. Jadilah malam itu kami menangis dan tertawa bersama, dua orang wanita yang sama-sama mencintai pria bernama lengkap Makayro Firdausi.
Esoknya ibu bertanya padaku kenapa mataku seperti habis disengat lebah di pagi harinya. Aku mencurahkan semuanya kepada ibu, dan ibu hanya tersenyum sambil menasehatiku. “Perasaan seseorang itu bagai pasir dalam genggaman tanganmu, terlalu kuat kau memegangnya akan jatuh tak bersisa. Peganglah perasaan itu dengan kedua tanganmu, tengadahkan tanpa perlu menggenggamnya, dan serahkan segalanya kepada Allah. Biar Dia yang menjaganya, menjadikannya sempurna.” Aku tersenyum kepada ibu, dan aku memeluknya untuk merasakan kehangatan dan kekuatan yang ada dalam dirinya. “Terima kasih bu.” Bisikku dalam pelukkannya.
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 7)
- May 07, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Dia memohon padaku dengan banyak sekali permintaan maaf. Dahulu
Mar juga telah memikirkan perasaanku, jadi saat itu sebagai sahabatnya aku juga
akan menyampingkan perasaanku dahulu terhadap Kay walaupun terdengar tidak
mungkin. Sakit? Tentu saja, aku tidak tahu aku harus berharap yang mana.
Berharap untuk kebahagian Mar yang artinya aku terjun bebas untuk membunuh
hatiku sendiri atau berharap Kay menolaknya. Itu sama saja aku berperan sebagai
sahabat yang tak mempunyai hati.
Malam harinya aku benar-benar mengalami dilema yang sangat dahsyat. Bahkan aku tidak sadar sampai meneteskan air mataku saat menyantap makan malam dengan ibuku. Ibu bertanya apa yang salah dengan ku. Aku menceritakan semuanya, segala tentang awal sakit hatiku, Kay, Mar dan pengorbanan yang akan aku lakukan demi sahabatku ini. Beruntungnya aku memiliki ibu yang begitu pengertian dan bijaksana. Ibu menyarankanku untuk mengistiqhorohkan Kay, karena Tuhan itu Maha Membolak-balikkan hati manusia. Tidak sepantasnya kita gundah gulana karena tidak bisa menjadi milik seesorang yang kita cintai, karena hanya Tuhan Yang Maha memiliki cinta yang mengetahui siapa yang paling pantas untuk mengisi hati kita. Jadi mulai malam itu aku mulai mengistiqorohkan perasaanku pada Kay.
Malam harinya aku benar-benar mengalami dilema yang sangat dahsyat. Bahkan aku tidak sadar sampai meneteskan air mataku saat menyantap makan malam dengan ibuku. Ibu bertanya apa yang salah dengan ku. Aku menceritakan semuanya, segala tentang awal sakit hatiku, Kay, Mar dan pengorbanan yang akan aku lakukan demi sahabatku ini. Beruntungnya aku memiliki ibu yang begitu pengertian dan bijaksana. Ibu menyarankanku untuk mengistiqhorohkan Kay, karena Tuhan itu Maha Membolak-balikkan hati manusia. Tidak sepantasnya kita gundah gulana karena tidak bisa menjadi milik seesorang yang kita cintai, karena hanya Tuhan Yang Maha memiliki cinta yang mengetahui siapa yang paling pantas untuk mengisi hati kita. Jadi mulai malam itu aku mulai mengistiqorohkan perasaanku pada Kay.
Ya Allah Ya Tuhan ku kalau memang perasaan ini
berasal dan berakhir hanya pada Mu
Maka tumbuhkanlah perasaan ini dengan semestinya
Siramlah perasaan ini dengan Kasih Sayang Mu
Pukpuklah perasaan ini dengan Cinta Mu
Dan jangan biarkan aku memiliki perasaan seperti ini jika bukan karena Engkau
Aku tidak ingin terjebak dalam perasaan yang salah
Perasaan yang membuatku jatuh terpuruk
Jangan Kau biarkan perasaan ini tumbuh tanpa kasih dan Cinta Mu
Jangan Kau sirami perasaan ini dengan hasrat setan yang menggebu-gebu
Jangan Kau pukpuk perasaan ini dengan nafsu menghasut
Jagalah hatiku, perasaanku yang menyayanginya
Jagalah dalam lindungan Syahadat Mu
Dalam lindungan suci Cinta dan Kasih Mu ya Allah
Jangan kau celupkan hati yang menyayangi ini dalam dosa tak terhapuskan
Cukup Engkau yang mengetahui dalamnya perasaan ini
Cukup Engkau yang mengarahkan cinta ini pada orang yang aku kasihi
Sungguh aku tidak ingin terbuai, terhasut lagi dalam lubang nista
Maafkan aku ya Allah yang Maha memiliki Cinta
Maafkan aku jika aku memiliki perasaan ini
Memiliki perasaan kasih pada makhluk ciptaan Mu
Bukan maksud menduakan Mu, akupun Sangat Mencintai Mu
Engkaulah yang menciptakan aku, menciptakan cinta tumbuh di hati ku
Engkau pula yang menciptakannya, menjadikannya nyata di hadapan ku
Engkaulah yang mengizinkan aku bertemu dengannya dengan cara yang tidak di
sangka-sangka
Maka aku memohon kepada Mu Sang Maha pemilik isi hati
Jika saat ini hanya aku yang memiliki perasaan ini
Maka simpan perasaan ini hanya untuknya
Jagalah perasaan ini sampai Engkau mengizinkan kami bertemu di satu perasaan
yang sama
Pertemukan hati kami, diri kami dalam waktu terindah Mu ya Rabb
Waktu di dunia Mu dan waktu di Surga Mu
(Bersambung)
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 6)
- May 06, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Jawabanku tentu saja beralasan, karena sampai kapanpun aku
menutupi dan membohongi Mar tantang perasaanku nantinya dia akan tetap tahu
juga. Aku tahu dia bisa saja membenciku dan aku bersiap apapun yang akan Mar
tuduhkan kepadaku. Sesaat kulihat matanya yang selalu berbinar itu membentuk
sebuah bendungan air mata yang sudah siap jatuh. Ah, aku benar-benar
menyakitinya. Tapi ternyata aku salah, Mar malah memelukku sambil terisak dia
berkata, “Maafkan aku,” ujarnya.
Sekarang aku yang tak tahu harus berkata apa, dia tidak marah atau bahkan kecewa.
Ternyata Mar selama ini takut jika dia yang menyakiti hatiku. Itulah alasan Mar dari pertama kami menjadi dekat, dia sering menanyakanku untuk memastikan bahwa dia tidak merebut orang yang aku sukai. Ternyata dugaannya benar, kami sama-sama menyukai Kay. Lelaki yang murah senyum, bermata pekat, yang gemar menggunakan Polo shirt dan tidak menyukai sayuran.
Sekarang aku yang tak tahu harus berkata apa, dia tidak marah atau bahkan kecewa.
Ternyata Mar selama ini takut jika dia yang menyakiti hatiku. Itulah alasan Mar dari pertama kami menjadi dekat, dia sering menanyakanku untuk memastikan bahwa dia tidak merebut orang yang aku sukai. Ternyata dugaannya benar, kami sama-sama menyukai Kay. Lelaki yang murah senyum, bermata pekat, yang gemar menggunakan Polo shirt dan tidak menyukai sayuran.
Setelah hari pengakuan itu aku berpikir, disaat kita menyukai orang yang sama dengan sahabat kita, tidak melulu permusuhan diujung kisahnya, karena kita hidup bukan di dunia sinetron. Lagipula kejujuran juga dibutuhkan dalam sebuah persahabatan, walaupun rasanya sering kali menyakitkan.
Hari-hari berikutnya kadang aku dan Mar saling
bertukar informasi tenang Kay yang belum kami ketahui. Sekarang kami sama-sama
saling mensupport, dan kami belajar untuk saling mengikhlaskan jika kelak salah
satu dari kami menang dalam perlombaan ini, atau mungkin saja bukan salah satu
dari kami. Tidak mudah memang, menyukai dalam diam. Tanpa ada lisan yang
terucap pada Kay bahwa kami menyukainya.
Dipertengahkan bulan tahun ke 3 aku menyukai Kay. Aku mendapat segelinting kabar bahwa Kay akan di pindahkan ke Bandung. Kami sempat tidak percaya, dan Mar memaksaku untuk menanyakan berita itu kepada Kay. Saat kami bertemu di kafetaria, aku langsung menanyakannya dan Kay langsung membenarkan. Bulan depannya Kay akan dipindahkan ke Bandung bersama empat orang dari divisi yang berbeda.
Dipertengahkan bulan tahun ke 3 aku menyukai Kay. Aku mendapat segelinting kabar bahwa Kay akan di pindahkan ke Bandung. Kami sempat tidak percaya, dan Mar memaksaku untuk menanyakan berita itu kepada Kay. Saat kami bertemu di kafetaria, aku langsung menanyakannya dan Kay langsung membenarkan. Bulan depannya Kay akan dipindahkan ke Bandung bersama empat orang dari divisi yang berbeda.
Itu adalah titik dimana aku tidak bisa melakukan apapun untuk
meredakan kegundahan hatiku. Mengetahui Kay akan berada jauh dari tempat dimana
aku bisa setidaknya melihatnya berkeliaran di kantor atau duduk di kafetaria,
menatapnya saat meeting bulanan membuatku berfikir apa perlu aku sudahi saja
rasa ini. Menyerah pun tidak akan ada artinya, toh aku juga belum memulai
apapun dengan Kay. Dahulu aku hanya meyakini diriku bahwa Kay lelaki yang baik
untuk aku sukai, lelaki yang bisa mengalihkan segala kesedihanku, lelaki yang
ku tetapkan untuk aku jadikan pelampiasanku.
Ternyata aku salah aku sudah terlalu menyukainya, tanpa aku sadari semenjak aku semakin dekat dengannya aku mulai mengikuti apa yang dia lakukan. Disetiap pagi aku tidak pernah menyentuh sarapan, tetapi sejak aku tahu kebiasaan Kay aku mulai mencoba meminum susu. Begitu pula saat malam menjelang tapi tugas kantor masih harus aku pertanggungjawabkan, ibuku yang suka menanyakan anaknya ingin dibuat camilan apa, belakangan aku meminta ibu untuk membuatkan saja secangkir kopi. Aku juga beberapa kali membaca buku yang sama dengan apa yang sedang dibaca Kay tanpa sepengetahuannya.
Ternyata aku salah aku sudah terlalu menyukainya, tanpa aku sadari semenjak aku semakin dekat dengannya aku mulai mengikuti apa yang dia lakukan. Disetiap pagi aku tidak pernah menyentuh sarapan, tetapi sejak aku tahu kebiasaan Kay aku mulai mencoba meminum susu. Begitu pula saat malam menjelang tapi tugas kantor masih harus aku pertanggungjawabkan, ibuku yang suka menanyakan anaknya ingin dibuat camilan apa, belakangan aku meminta ibu untuk membuatkan saja secangkir kopi. Aku juga beberapa kali membaca buku yang sama dengan apa yang sedang dibaca Kay tanpa sepengetahuannya.
Aku salah duga saat aku mengatakan bahwa Mar memendam kegundahan yang sama denganku. Ya betul dia gundah, tapi ini lebih membingungkan dari yang aku kira. Mar telah dilamar seseorang beberapa hari sejak dia mengetahui bahwa Kay akan pindah ke Bandung. Tetapi dia belum memberikannya jawaban. Mar menceritakan bahwa dia sudah terlalu menyukai Kay, mimpinya untuk bisa bersama Kay juga sudah aku ketahui. Tetapi setelah seseorang dari masa lalu Mar datang untuk mempersuntingnya Mar semakin bingung untuk menentukan pilihannya. Hatinya saat itu berat kepada Kay.
Diakhir perbincangan kami, aku menjanjikan hal yang aku tahu akan menyakitkan hatiku atau hati Mar. Mar ingin aku mengatakan pada Kay bahwa dia menyukainya sejak pertama kali mereka bertemu, dia ingin tahu apa Kay juga akan mencoba mengenal Mar lebh jauh atau tidak. Mar tahu ini permintaan egoisnya, dan dia tahu jika Kay ingin mencoba untuk mengenal Mar lebih dalam lagi, itu akan menyakiti perasaanku. Tapi jika permintaannya di tolak, itu juga akan menyakiti hatinya sendiri.
(Bersambung)
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 5)
- May 05, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
May ternyata telah menyukainya lebih lama dari diriku. Kalau mau
dibandingkan, mungkin rasa suka Mar lebih tulus dibandingkan aku yang hanya menjadikan
Kay sebagai pelampiasan. Mar berkata dia telah menyukai Kay, saat dirinya
pertama bertemu di kantor ini. Kisahnya tidak jauh beda denganku, aku jadi
curiga apa semua wanita di kantor ini benar-benar jatuh cinta pada pandangan
pertama saat bertemu dengan Kay? Entahlah, mungkin memang aura Kay yang begitu
besar sampai bisa membuat Mar,aku dan beberapa wanita di kantor ini atau diluar
sana menyukainya.
Alasan Mar bertanya denganku adalah karena dia tidak pernah
berbincang langsung dengannya, atau ke lapangan mengurus seminar bersama Kay
dan teamnya. Saat kita menyukai seseorang, pastilah kita ingin tahu semua
tentang dirinya bahkan sampai hal-hal terkecil. Aku memang tidak tahu semua
tentang Kay, tapi sebagian yang aku ketahui saat itu aku ceritakan pada Mar.
Sampai kami kembali kerumah masing-masing, dan waktu terus berjalan sampai kami
berteman berbulan-bulan lamanya, Mar belum tahu bahwa aku juga menyukai Kay.
Saat aku tahu hati harus memilih jalan yang mana
Ternyata banyak hati menuju jalan yang sama
Andai mengutarakan maksud bisa begitu cepat tanpa jeda
Aku pasti kalah dalam menghadapi hati yang lebih sempurna
Jadi sekarang aku masuk dalam permainan
Ini permainan doa dan harapan
Aku mendoakanmu, dia mendoakanmu, mereka mendoakanmu
Tapi kami tidak tahu kamu mendoakan yang mana
Aku bersiap untuk bisa melihat kebahagiaanmu, dia juga, meraka pun sama
Tapi kami tidak tahu bahagiamu untuk siapa
Aku bersiap untuk berharap ada di sampingmu, ternyata da juga, mereka sama
Tapi siapa yang kau inginkan kami pun buta
Terakhir, kami bersiap
Jika kelak kamu adalah kebahagiaan orang lain yang dituliskan Tuhan
Bukan aku, dia, dan mereka.
Saat aku tahu hati harus memilih jalan yang mana
Ternyata banyak hati menuju jalan yang sama
Andai mengutarakan maksud bisa begitu cepat tanpa jeda
Aku pasti kalah dalam menghadapi hati yang lebih sempurna
Jadi sekarang aku masuk dalam permainan
Ini permainan doa dan harapan
Aku mendoakanmu, dia mendoakanmu, mereka mendoakanmu
Tapi kami tidak tahu kamu mendoakan yang mana
Aku bersiap untuk bisa melihat kebahagiaanmu, dia juga, meraka pun sama
Tapi kami tidak tahu bahagiamu untuk siapa
Aku bersiap untuk berharap ada di sampingmu, ternyata da juga, mereka sama
Tapi siapa yang kau inginkan kami pun buta
Terakhir, kami bersiap
Jika kelak kamu adalah kebahagiaan orang lain yang dituliskan Tuhan
Bukan aku, dia, dan mereka.
Tahun berganti, pekerjaanku sudah lebih ringan dibanding tahun
sebelumnya. Persahabatanku dengan Mar semakin erat, niatku untuk menjadikan Kay
pelampiasan sudah sirna dan sekarang rasa sukaku ini belum bergeser sedikitpun
darinya. Aku sering kali memberanikan diri berbincang singkat di kafetaria
dengan Kay jika dia tengah duduk sendiri atau dengan beberapa orang rekannya.
Sesekali aku ajak Mar untuk ikut nimbrung. Tentu saja dia senang sekali bisa
dekat dengan Kay, dia mempunyai kebiasaan ‘Terlalu sering berterima kasih’
setelah dia ku ajak berbincang dengan Kay.
Aku tidak tahu mana yang lebih menyakitkan, aku membantu sahabatku untuk dekat dengan orang yang aku sukai. Atau melihat sahabatku merasa kecewa dengan kebohongan yang sembunyikan. Pasalnya kay pernah mengirimiku sebuah pesan singkat, dia mengajakku untuk datang ke acara yang di adakan divisinya di salah satu café yang bertemakan ‘book and cat’. Dia sengaja mengajakku karena aku pernah mengatakan bahwa aku sangat suka dengan buku dan kucing, jadi ajakan itu aku terima dengan senang hati. Disana kami bercengkrama, menikmati penampilan dadakan Standup Comedy salah satu assistant Kay yang aku kenal. Walau aku tidak terlalu dekat dengan semua orang di divisi Kay, entah kenapa aku malah merasa nyaman karena pembawaan Kay yang bisa membuatku berbaur dengan mereka.
Saat kami selesai acara gathering, Kay menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Saat dalam perjalanan sekali lagi dia memintaku untuk memutarkan lagu di playlistku. Dalam perjalanan kami sesekali bersenandung bersama, saat lagu yang kusuka dan Kay tahu terputar. Malam itu hanya dengan menikmati hal semacam mendengarkan lagu aja sudah membuatku bahagia. Aku harap saat itu Kay juga bisa merasakan hal yang sama.
Aku tidak tahu mana yang lebih menyakitkan, aku membantu sahabatku untuk dekat dengan orang yang aku sukai. Atau melihat sahabatku merasa kecewa dengan kebohongan yang sembunyikan. Pasalnya kay pernah mengirimiku sebuah pesan singkat, dia mengajakku untuk datang ke acara yang di adakan divisinya di salah satu café yang bertemakan ‘book and cat’. Dia sengaja mengajakku karena aku pernah mengatakan bahwa aku sangat suka dengan buku dan kucing, jadi ajakan itu aku terima dengan senang hati. Disana kami bercengkrama, menikmati penampilan dadakan Standup Comedy salah satu assistant Kay yang aku kenal. Walau aku tidak terlalu dekat dengan semua orang di divisi Kay, entah kenapa aku malah merasa nyaman karena pembawaan Kay yang bisa membuatku berbaur dengan mereka.
Saat kami selesai acara gathering, Kay menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Saat dalam perjalanan sekali lagi dia memintaku untuk memutarkan lagu di playlistku. Dalam perjalanan kami sesekali bersenandung bersama, saat lagu yang kusuka dan Kay tahu terputar. Malam itu hanya dengan menikmati hal semacam mendengarkan lagu aja sudah membuatku bahagia. Aku harap saat itu Kay juga bisa merasakan hal yang sama.
Esokannya Mar mengetahui bahwa aku
hadir ke gathering divisi Kay.Tentu aku jawab dengan jujur dan merasa bersalah
telah menikmati hari bersama Kay di belakang Mar. Sehari itu Mar terlihat
berbeda tidak seperti biasanya. Benar saja, sore hari ketika kami pulang Mar
menanyakan perasaanku sekali lagi terhadap Kay. Pertanyaan yang selalu aku
hindari setiap kali Mar bertanya, tapi untuk saat itu aku memberanikan diriku.
“Ya, aku juga menyukainya.” Jawabku sambil menatapnya dengan perasaan maaf yang
teramat sangat.
(Bersambung)
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 4)
- May 04, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Kami cukup cepat mendapatkan putaran karena antrian saat itu tidak
terlalu ramai. Saat bianglala berputar pelan, sangat pelan sampai rasanya detak
jantungku ikut memelan. Belum kami sampai di atas kay sudah mengajak aku
berbincang ringan, dari dimana tempat tinggalku sekarang, sampai bosan atau
tidaknya aku kerja sebagai admin. Kalau dibilang bosan tentu belum, bagaimana
tidak dua minggu lalu aku baru saja menjadikan kay pelampiasanku. Tidak mungkin
bisa aku bosan, walaupun tidak melulu bertemu, berbincang dan menatap matanya.
Diputaran kedua kalau aku tidak salah, kay bersenandung pelan sambil menatap bukit diseberang matanya yang mulai bermandikan lampu-lampu, menjadikannya terlihat seperti bukit bintang. Dia melantunkan nada lagu you’re the inspiration-nya Chicago, salah satu lagu dari playlist jadulku yang diputar saat pagi kami berangkat ke Bogor. Katanya, saat mendengar lagu itu kay jadi mengingat tentang ayahnya, katanya beliau juga suka memutar lagu-lagu jadul.
Mendengar kisah ayah kay membuat semangatku terpacu saat itu. Kay menceritakan sang ayah dahulu hanyalah seorang supir bajaj yang setiap hari harus pulang pergi Citayam – Jakarta – Citayam menggunakan kereta. Tempat pool bajaj yang disewanya berada tak jauh dari stasiun tempat beliau turun. Ayahnya bekerja sekitar 10 jam sehari demi membiayai kehidupan keluarganya saat itu. Memang dahulu keluarga kay tidak tinggal di Jakarta, setelah kay lulus SMP barulah keluarganya pindah ke Jakarta. Karena paman kay mempercayai ayahnya dari dijadikannya supir rental mobil sampai diamanatkan mengelola cabang rental mobil pamannya. Kerja keras yang ayah berbuah manis sampai mencapai kehidupan yang bisa dibilang mapan dari sebelumnya. Semua itu berkat doa, kegigihan dan dukungan keluarganya.
Diputaran kedua kalau aku tidak salah, kay bersenandung pelan sambil menatap bukit diseberang matanya yang mulai bermandikan lampu-lampu, menjadikannya terlihat seperti bukit bintang. Dia melantunkan nada lagu you’re the inspiration-nya Chicago, salah satu lagu dari playlist jadulku yang diputar saat pagi kami berangkat ke Bogor. Katanya, saat mendengar lagu itu kay jadi mengingat tentang ayahnya, katanya beliau juga suka memutar lagu-lagu jadul.
Mendengar kisah ayah kay membuat semangatku terpacu saat itu. Kay menceritakan sang ayah dahulu hanyalah seorang supir bajaj yang setiap hari harus pulang pergi Citayam – Jakarta – Citayam menggunakan kereta. Tempat pool bajaj yang disewanya berada tak jauh dari stasiun tempat beliau turun. Ayahnya bekerja sekitar 10 jam sehari demi membiayai kehidupan keluarganya saat itu. Memang dahulu keluarga kay tidak tinggal di Jakarta, setelah kay lulus SMP barulah keluarganya pindah ke Jakarta. Karena paman kay mempercayai ayahnya dari dijadikannya supir rental mobil sampai diamanatkan mengelola cabang rental mobil pamannya. Kerja keras yang ayah berbuah manis sampai mencapai kehidupan yang bisa dibilang mapan dari sebelumnya. Semua itu berkat doa, kegigihan dan dukungan keluarganya.
Sekali lagi aku mendapatkan kepingan kecil dari diri Kay saat itu,
namun sayangnya kepingan yang membuat Kay terinspirasi itu tinggal kenangan.
Pasalnya sang Ayah telah meninggal dunia, jauh sebelum Kay menceritakan
kisahnya itu padaku. Saat angin lembut menyapu rambutnya dengan ringan, aku
hanya bisa menatap matanya yang tak setatap denganku. Mata yang penuh kerinduan
itu menelusuri pelan bukit bintang yang sudah sepenuhnya bermandikan cahaya
dari rumah-rumah penduduk.
Setelah pekerjaan lapanganku di Bogor itu, aku sempat lima kali kembali di tugaskan bersama team Kay di seminar yang sama tetapi di tempat yang berbeda. Banyak hal yang aku temukan dalam diri Kay saat aku bekerja bersamanya. Tiga bulan cukup membuatku mengenal Kay, tidak terlalu dalam hanya sebatas kulit luarnya saja cukup. Setelah itu aku kembali berkutik di depan komputer alias kembali ke pekerjaan semula. Aku tidak pernah lagi berbincang dengan Kay beberapa minggu sejak pertemuan kami di pekerjaan terakhir di kota Bekasi. Tetapi sesekali aku pernah melihatnya makan di kafetaria bersama petinggi kantor, tapi tak pernah sempat untuk bertegur sapa. Saat itu aku hanya memandangnya jauh, memperhatikan gerak geriknya, dan lagi-lagi matanya.
Entah kenapa aku mulai merindukannya, aku jadi ingin kembali bekerja di lapangan, bukan mondar-mandir ke mesin fotocop atau sibuk dengan segala jenis laporan yang tak pernah ada habisnya. Hari itu, hari ke 22 kami tidak berbincang. Aku tengah menunggu copy-an laporanku keluar dari mesin fotocopy saat seorang wanita menyentuh pundakku. Wanita ini pernah sesekali aku melihatnya di kafetaria, tapi aku tidak tahu di divisi mana dia ditempatkan. Dia menanyakan apa aku sudah selesai menggunakan mesinnya. Sambil sama-sama menunggu, kami berbincang ringan.
Namanya Mar...
Namanya Mar, wanita
berparas manis dan tingginya hampir sepelipisku. Saat tersenyum lesung pipinya
tertoreh di sebelah kanannya. Mar bekerja dibagian marketing, divisinya berada
dua lantai diatas divisiku. Semenjak hari perkenalan itu, kami mulai makan
bersama di kafetaria. Mar yang begitu ramah dan mudah diajak berbincang membuat
kami semakin hari semakin dekat. Kami membahas segala hal dari pekerjaan sampai
jodoh yang tak kunjung temu.Setelah pekerjaan lapanganku di Bogor itu, aku sempat lima kali kembali di tugaskan bersama team Kay di seminar yang sama tetapi di tempat yang berbeda. Banyak hal yang aku temukan dalam diri Kay saat aku bekerja bersamanya. Tiga bulan cukup membuatku mengenal Kay, tidak terlalu dalam hanya sebatas kulit luarnya saja cukup. Setelah itu aku kembali berkutik di depan komputer alias kembali ke pekerjaan semula. Aku tidak pernah lagi berbincang dengan Kay beberapa minggu sejak pertemuan kami di pekerjaan terakhir di kota Bekasi. Tetapi sesekali aku pernah melihatnya makan di kafetaria bersama petinggi kantor, tapi tak pernah sempat untuk bertegur sapa. Saat itu aku hanya memandangnya jauh, memperhatikan gerak geriknya, dan lagi-lagi matanya.
Entah kenapa aku mulai merindukannya, aku jadi ingin kembali bekerja di lapangan, bukan mondar-mandir ke mesin fotocop atau sibuk dengan segala jenis laporan yang tak pernah ada habisnya. Hari itu, hari ke 22 kami tidak berbincang. Aku tengah menunggu copy-an laporanku keluar dari mesin fotocopy saat seorang wanita menyentuh pundakku. Wanita ini pernah sesekali aku melihatnya di kafetaria, tapi aku tidak tahu di divisi mana dia ditempatkan. Dia menanyakan apa aku sudah selesai menggunakan mesinnya. Sambil sama-sama menunggu, kami berbincang ringan.
Namanya Mar...
Saat kami makan bersama di kafetaria ada saat-saat dimana mata Mar seperti mencari seseorang. Ketika aku tanya, dia selalu mengelaknya. Sampai kami sudah bisa dibilang menjadi seorang teman, kala itu kami pergi bersama untuk menonton film yang kebetulan sekali sama-sama kami sukai. Mar secara spontan menanyakan Kay ketika kami tengah berjalan menuju tempat makan. Saat itu aku sempat menghentikan langkahku, aku bahkan agak lupa dengan Kay semenjak berbincang dengan Mar jadi terasa begitu menyenangkan.
Begitu kami tiba di tempat makan yang menyajikan makanan Jepang, Mar semakin banyak bertanya tentang Kay kepadaku. Tetapi saat itu aku malah tidak bisa menjawabnya dengan fokus. Setiap Mar menyebut nama Kay, benakku mencuri bayang-bayang wajahnya. Sampai hatiku mencelos saat mendengar bahwa Mar ternyata menyukai Kay. Dia juga meminta dukunganku agar dirinya kelak bisa bersama Kay. Aku yang mencoba berkonsentrasi dengan hati dan pikiranku saat itu, mencoba tersenyum dan menjawab dengan nada penuh keyakinan, bahwa aku akan mendukungnya.
(Bersambung)
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 3)
- May 03, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Dua minggu sudah berlalu, subuh itu
aku sudah mempersiapkan segalanya. Ya, segalanya karena selain tumpukan kertas
laporan, aku juga membawa sebuah payung, jas hujan plastik, dan juga bekal
makan siang berjaga-jaga siapa tau aku tidak kebagian makanan disana, yah
walaupun tak mungkin juga. Begitulah seorang melankolis, hidupnya terlalu
detail, tertata, dan segalanya butuh persiapan.
Di jalan tol menuju Bogor kami
berempat, aku, kay, dan dua orang assistant kay menikmati perjalanan sambil
mendengarkan lagu dari salah satu stasiun radio. Tetapi karena signal di jalan
tol tidak terlalu baik membuat lagu yang sedang diputar bersuara sumbang.
Akhirnya kay memintaku untuk mengganti siaran radio dengan music mp3 dari
handphoneku. Sebelumnya aku sudah menjelaskan pada kay, aku tidak terlalu
update dengan lagu-lagu masa itu, isi playlist ku kebanyakan lagu barat tahun
1980 sampai 2000, dan sedikit lagu gaul masa itu. Aku pikir kay tidak jadi
memutar lagu dari handphoneku, ternyata dia malah antusias dan ingin
mendengarnya. Betapa bodohnya aku saat itu malah merasa senang hanya karena kay
ingin mendengar lagu-lagu di playlistku
Jam saat itu menunjukan pukul 6.16 saat kami tiba di tempat
tujuan. Kami langsung bergegas mengambil peran kami masing-masing setelah
briefing sekitar 10 menit. Rasa-rasanya waktu itu aku baru bekerja lebih kurang
satu jam saat aku mendengar kay menggerutu lapar dibalik panggung. Aku yang
mendengar keluhan kay bersama asistantnya merasa apa aku perlu menawarinya
untuk makan bekalku sebelum dia memesan makanan diluar. Sampai akhirnya aku
memberanikan diri untuk segera menawarkannya, ternyata kay mau dan begitu pula
dengan assistantnya. Akhirnya kami rehat sejenak menuju parkiran mobil, sambil
duduk di taman kecil kami mulai bersantap.
Bekal yang aku bawa ternyata pas untuk empat orang, aku hanya membawa tumis jamur dan jagung, keripik kentang pedas manis, dan ikan tepung saos asam manis. Bukan, tentu saja bukan aku yang memasaknya, itu semua berkat bantuan ibuku yang baik hati yang selalu membawakan bekal lezat setiap hati untuk anaknya. Malu juga aku tidak memiliki keturunan pandai memasak dari ibuku. Jujur saja aku sebagai wanita, lebih mengenal jenis kertas ketimbang perbedaan jahe dan lengkuas, atau aku lebih cepat mengerjakan stock opname mingguan ketimbang membuat sayur sop atau sayur lodeh. Miris sekali rasanya menjadi wanita yang lama terjebak menjadi karyawan.
Saat kami sedang asik bersantap dan berbincang, sesekali aku memperhatikan kay yang sedang berkutik memisahkan jagung dari tumis jamur. Ternyata setelah aku tanya, kay tidak suka beberapa jenis sayuran. Di perbincangan juga aku tahu kay sangat suka makanan yang manis, dia memiliki kebiasaan sampai dewasa ini pagi minum susu dan malam minum kopi. Hari itu aku seperti mendapat serpihan dari sosok kay, walaupun bagi orang lain itu tidak ada apa-apanya tapi bagiku itu sangat membantuku untuk mengenal kay lebih dalam lagi tanpa harus langsung terjun bebas ke pikirannya.
Bekal yang aku bawa ternyata pas untuk empat orang, aku hanya membawa tumis jamur dan jagung, keripik kentang pedas manis, dan ikan tepung saos asam manis. Bukan, tentu saja bukan aku yang memasaknya, itu semua berkat bantuan ibuku yang baik hati yang selalu membawakan bekal lezat setiap hati untuk anaknya. Malu juga aku tidak memiliki keturunan pandai memasak dari ibuku. Jujur saja aku sebagai wanita, lebih mengenal jenis kertas ketimbang perbedaan jahe dan lengkuas, atau aku lebih cepat mengerjakan stock opname mingguan ketimbang membuat sayur sop atau sayur lodeh. Miris sekali rasanya menjadi wanita yang lama terjebak menjadi karyawan.
Saat kami sedang asik bersantap dan berbincang, sesekali aku memperhatikan kay yang sedang berkutik memisahkan jagung dari tumis jamur. Ternyata setelah aku tanya, kay tidak suka beberapa jenis sayuran. Di perbincangan juga aku tahu kay sangat suka makanan yang manis, dia memiliki kebiasaan sampai dewasa ini pagi minum susu dan malam minum kopi. Hari itu aku seperti mendapat serpihan dari sosok kay, walaupun bagi orang lain itu tidak ada apa-apanya tapi bagiku itu sangat membantuku untuk mengenal kay lebih dalam lagi tanpa harus langsung terjun bebas ke pikirannya.
Seorang assistant kay mengajakku untuk naik rollercoaster , tentu saja aku menolaknya. Aku masih sayang dengan jantungku, dan tentu saja aku tidak ingin makan siang ku yang nikmat harus aku buang setelah turun dari permainan itu. Sebetulnya aku seorang penakut, itu saja sudah menjelaskan semuanya. Akhirnya aku berpisah dengan mereka bertiga, menuju tempat yang ingin sekali aku tuju.
Langkah kaki ku terhenti saat kay memanggilku, dia berlari kecil dan berkata ingin menemaniku. Tentu tak perlu aku jelasakan bagaimana perasaanku saat itu, senang? Tentunya. Berdebar? Sudah pasti. Tak dapat berkata normal? Iya, rasanya saat berjalan berdua bersama kay fungsi otakku melambat. Aku tahu ini rasanya terlalu cepat untuk permulaan pelampiasan, tapi itulah yang benar-benar aku rasakan saat bersamanya. Rasanya seperti aku telah menyukainya sejak lama, lama sebelum aku merasakan sakit.
(bersambung)
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum (part 2)
- April 01, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
Pagi itu seperti biasa aku berkutik dengan laporan pengajuan acara yang dua minggu lagi segera dilaksanakan di Bogor. Akhir-akhir itu aku disibukkan dengan dua pekerjaan, temanku yang harusnya membantuku mengundurkan diri dan mau tak mau aku jadi korban mengerjakan pekerjaannya sampai ada orang pengganti. Semestinya saat itu aku bisa melupakan orang yang telah menyakitiku karena kesibukan dari rutinitasku. Tapi justru hari itu sebuah awal pelampiasan bermula.
Pertama kali kita bertemu aku tak mengenal sedikit pun tentangmu
Saat itu hanya aku lewati hari tanpa ada rasa beban di hadapamu
Sampai ketika aku tau kau berpengaruh untuk ku
Sungguh aku hanya melihatmu jauh
Kedua kita bertemu aku hanya berharap kau pelampiasanku
Tapi lagi-lagi aku salah, kau terlalu istimewa
Lalu ku jalani kehidupanku dengan mengikuti caramu
Kau pelipur lara saat duka melanda jiwa
Mungkinkah aku jatuh cinta?
Sungguh, terlampau jauh diri kita saat ini
Diawali kata tabu, sampai kalimat ingin memilikimu
Jadi, yakinkan aku bahwa kau datang untuk kehidupan masa depanku
Aku mendapati teleponku berdering saat aku ingin memfotocopy laporanku. Biasanya nomor extension intercom akan terpampang di layar telepon tetapi kali ini tidak ada nomer itu, yang artinya telepon kala itu berasal dari luar kantor. Benar saja aku mendapati suara milik kay dari telepon itu. Dalam percakapan yang lumayan ringkas itu aku diminta untuk ikut ke Bogor untuk menggantikan san, asisten kay yang sedang cuti melahirkan. Awalnya aku sempat tidak percaya, aku tidak pernah ditempatkan di lapangan. Kay bilang bahwa ini urgent, dikarenakan acara di Bogor salah satu acara besar sedangkan team kay kekurangan orang. Ternyata dari atasanku juga sudah mengijinkan, karena aku salah satu orang yang tahu kelengkapan apa saja yang dibutuhkan disana. Sebagai gantinya pekerjaanku dihandle oleh satu-satunya temanku yang tersisa dibagian admin. Sebetulnya aku merasa kasihan dengannya karena harus membackup 3 pekerjaan sekaligus, tapi dia sudah biasa bekerja di bawah tekanan oh maaf kami semua sudah terbiasa bekerja dalam tekanan.
Tepat setelah aku menutup telepon dari kay, bayangannya tiba-tiba muncul. Lalu entah apa yang dilakukan otakku saat itu, aku jadi menganalisa segala tentang kay yang aku ketahui. Di awali dari wajahnya, senyumnya, suaranya, sikapnya, dan tentu saja matanya. Aku tidak akan pernah lupa saat pertama kali kami bertemu, aku diperkenalkan di kantor oleh staf HRD. Saat aku ingin bersalaman dengannya tangannya terkatup rapat sedikit saja ujung jemari kami bersentuhan, saat ku tatap matanya sepersekian detik dia melihatku lekat, tersenyum simpul dan menundukan mata secepat dia menyudahi sentuhan jemari kami. Lamunanku buyar dan saat aku kembali sadar, otakku sudah memutuskan bahwa aku perlu bersiap-siap untuk menjadikan kay pelampiasanku.
(Bersambung)
Aku ingin menyerah mencintaimu, tapi belum
- March 18, 2017
- By Aminah Nurul Jannah
- 0 Comments
![]() |
pic source: tumblr |
Aku percaya setiap orang di dunia ini
pernah merasakan cinta. Cinta adalah kata sering kita dengar baik itu dari
lisan seseorang atau bahkan dari suara hati kita. Ada pepatah yang mengatakan
love is just a word until someone special gives it a meaning, cinta hanyalah
kata, sampai seseorang yang spesial memberikannya sebuah makna. Bagiku cinta
adalah kata tabu yang seharusnya tak sembarang orang bisa berucap. Karena
didalam kata cinta, ada kejujuran yang tulus, pemberian tanpa pamrih dan
tanggung jawab yang membutuhkan pembuktian.
Ketika hatiku menyimpan rasa ketertarikan dengan seseorang, aku lebih senang menyebutnya suka daripada cinta. Tapi, untuk delapan tahun belakangan ini aku sedang membuktikan apa rasa suka yang menahun bisa berubah menjadi cinta jika perasaan itu tak pernah pergi dari hati. Ya, ini adalah sebuah pencarian tentang rasa yang salah di pupuk terlalu dalam.
Aku pernah melihat sebuah gambar yang judulnya sengaja dibuat “Siklus perasaan”. Seseorang menjelaskan gambar tersebut, siklus perasaan dimulai dari rasa suka, jatuh cinta, sakit hati dan berulang lagi dari urutan pertama. Begitu saja seterusnya. Aku rasa banyak juga orang yang mengalami siklus ini.
Sembilan tahun yang lalu aku mengalaminya, tapi ada sesuatu yang kurang dimana aku tidak melewati tahapan ke dua. Jadi kisah 9 tahun yang lalu aku mulai dari sebuah rasa sakit. Rasa sakit itu membawaku pada sebuah kesalahan, yaitu mencari pelampiasan. Bukan pelampian target lempar barang, tapi lebih ke mencari sosok yang sepertinya bisa membantu mengalihkan rasa sakitku.
Mencari sosok itu tidak begitu sulit karena saat itu aku sudah cukup mengenalnya. Dia kay teman satu kantorku. Kay bukan lelaki pertama yang aku sukai, bukan pula hanya aku yang menyukainya. Dengan kedewasaannya, kematangan dalam berfikir, kebaikkan yang selalu dia tebarkan, atau beberapa senyuman yang tersimpul manis dari wajahnya tentu akan sangat mudah baginya menjadi lelaki idaman di lingkungan kantorku. Aku juga tidak habis pikir bagaimana bisa aku menyukai lelaki yang nilai dirinya bahkan jauh di atas rata-rata.
Ketika hatiku menyimpan rasa ketertarikan dengan seseorang, aku lebih senang menyebutnya suka daripada cinta. Tapi, untuk delapan tahun belakangan ini aku sedang membuktikan apa rasa suka yang menahun bisa berubah menjadi cinta jika perasaan itu tak pernah pergi dari hati. Ya, ini adalah sebuah pencarian tentang rasa yang salah di pupuk terlalu dalam.
Aku pernah melihat sebuah gambar yang judulnya sengaja dibuat “Siklus perasaan”. Seseorang menjelaskan gambar tersebut, siklus perasaan dimulai dari rasa suka, jatuh cinta, sakit hati dan berulang lagi dari urutan pertama. Begitu saja seterusnya. Aku rasa banyak juga orang yang mengalami siklus ini.
Sembilan tahun yang lalu aku mengalaminya, tapi ada sesuatu yang kurang dimana aku tidak melewati tahapan ke dua. Jadi kisah 9 tahun yang lalu aku mulai dari sebuah rasa sakit. Rasa sakit itu membawaku pada sebuah kesalahan, yaitu mencari pelampiasan. Bukan pelampian target lempar barang, tapi lebih ke mencari sosok yang sepertinya bisa membantu mengalihkan rasa sakitku.
Mencari sosok itu tidak begitu sulit karena saat itu aku sudah cukup mengenalnya. Dia kay teman satu kantorku. Kay bukan lelaki pertama yang aku sukai, bukan pula hanya aku yang menyukainya. Dengan kedewasaannya, kematangan dalam berfikir, kebaikkan yang selalu dia tebarkan, atau beberapa senyuman yang tersimpul manis dari wajahnya tentu akan sangat mudah baginya menjadi lelaki idaman di lingkungan kantorku. Aku juga tidak habis pikir bagaimana bisa aku menyukai lelaki yang nilai dirinya bahkan jauh di atas rata-rata.
Kay yang lulusan salah satu universitas ternama di daerah Semarang bekerja sebagai penanggung jawab operational lapangan wilayah Jabodetabek. Kantor kami adalah salah satu penyelenggara seminar-seminar edukasi di Indonesia. Tugas kay kebanyakan adalah mensurvey tempat dan memonitor lancarnya acara seminar di tempat dimana kami selenggarakan. Sedangkan aku hanyalah seorang admin assistant yang membantu kelengkapan yang dibutuhkan di setiap acara tersebut.
Dari jabatan saja sudah jelas timpang, seharusnya sebelum aku memutuskan menjadikan kay sebagai pelampiasanku, aku harus membuka mataku dulu baik-baik. Atau saat itu seharusnya aku memilih ben lelaki yang dulu diam-diam menyukaiku. Tapi sudah terlambat, aku seperti sudah mengukuhkan tekad bahwa kay bisa menjadi pelampiasanku. Walaupun aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan semenjak niatku sudah bulat.
(Bersambung)